Friday, September 20, 2013

Proses Migrasi Ras Proto Melayu dan Deutro Melayu ke Indonesia

Proses Migrasi Ras Proto Melayu dan Deutro Melayu ke Indonesia - Sejarawan Belanda Van Heine mengatakan bahwa sejak 2000 SM yang bersamaan dengan zaman Neolitikum sampai dengan tahun 500 SM yang bersamaan dengan zaman perunggu mengalirlah gelombang perpindahan penduduk dari Asia ke pulau-pulau sebelah selatan daratan Asia ke Indonesia. 

Sekitar tahun 1500 SM, mereka terdesak dari Campa kemudian pindah ke Kampuchea dan melanjutkan perjalanan ke Semenanjung Malaka.

Sementara itu, bangsa yang lainnya masuk ke pulau-pulau di sebelah selatan Asia tersebut, yakni Austronesia (austro artinya selatan, nesos artinya pulau). Bangsa yang mendiami daerah Austronesia disebut bangsa Austronesia. Bangsa Austronesia mendiami daerah sangat luas, meliputi pulau-pulau yang membentang dari Madagaskar (sebelah barat) sampai Pulau Paskah (sebelah timur) dan Taiwan (sebelah utara) sampai Selandia Baru (sebelah selatan).

Pendapat Van Heine Geldern ini diperkuat dengan penemuan peralatan manusia purba berupa beliung batu yang berbentuk persegi di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi di bagian barat. Beliung seperti itu juga banyak ditemukan di Asia, yakni di Malaysia, Birma (Myanmar), Vietnam, Kampuchea, dan terutama di daerah Yunan (daerah Cina Selatan). Perpindahan penduduk pada gelombang kedua terjadi sekitar 500 SM bersamaan dengan zaman perunggu. 

Perpindahan ini membawa kebudayaan perunggu, seperti kapak sepatu dan nekara atau genderang yang berasal dari daerah Dongson sehingga disebut kebudayaan Dongson. Pendukung kebudayaan Dongson adalah orang-orang Austronesia yang tinggal di pulau-pulau di Benua Asia dan Australia. Nenek moyang bangsa Indonesia meninggalkan daerah Yunan di sekitar hulu Sungai Salween dan Sungai Mekong yang tanahnya subur sehingga mereka pandai bercocok tanam, berlayar, dan berdagang.

Dalam perkembangan selanjutnya, berbagai suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia kemudian membentuk komunitas sendiri-sendiri sehingga mereka mendapat sebutan tersendiri. Mereka datang di Nusantara menggunakan alat transportasi, yaitu perahu bercadik.

Mereka berlayar secara berkelompok tanpa mengenal rasa takut dan selanjutnya menempati berbagai kepulauan di Nusantara. Hal ini memperjelas bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah pelaut-pelaut ulung yang memiliki jiwa kelautan yang kuat. Mereka memiliki kepandaian dalam berlayar, navigasi, serta ilmu perbintangan yang penuh. Selain itu, mereka menemukan model perahu bercadik yang merupakan perahu kuat dan mampu menghadapi gelombang serta sebagai ciri khas kapal bangsa Indonesia.

Orang-orang Austronesia yang memasuki wilayah Nusantara dan kemudian menetap di Nusantara tersebut mendapat sebutan bangsa Melayu Austronesia atau bangsa Melayu Indonesia. Mereka yang masuk ke daerah Aceh menjadi suku Aceh, yang masuk ke daerah Kalimantan disebut suku Dayak, yang ke Jawa Barat disebut suku Sunda, yang masuk ke Sulawesi disebut suku Bugis dan Tanah Toraja, dan mereka yang masuk ke daerah Jambi disebut suku Kubu (Lubu).

No comments: